Setelah bab 1 sekarang kita lanjut mengenai contoh laporan magang puskesmas manahan, semoga bisa bermanfaat.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Tinjauan Umum Puskesmas
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
RI No.128/Menkes/SK/II/2004 Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota
yang bertanggungjawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas merupakan pusat pengembangan pembinaan dan
pelayanan kesehatan dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Puskesmas sebagai
ujung tombak dalam pembangunan kesehatan mempunyai tugas pokok dalam
melaksanakan usaha promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif (Anonim,
2013).
Fungsi puskesmas, Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.128/Menkes/SK/II/2004
adalah :
1. Pusat Penggerak Pembangunan
Berwawasan Kesehatan.
Puskesmas selalu berupaya
menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan oleh sektor lain,
masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, serta secara aktif melaporkan
dampak dari penyelenggaraan pembangunan di wilayah kerjanya terhadap kesehatan.
Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan Puskesmas adalah
mengutamakan pemeliharaan kesehatan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
2. Pusat Pemberdayaan Masyarakat.
Puskesmas selalu berupaya agar
perorangan, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha untuk memiliki kesadaran,
kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat,
berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber
pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan
program kesehatan. Pemberdayaan ini diselenggarakan dengan memperhatikan
kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.
3. Pusat Pelayanan Kesehatan Strata
Pertama.
Puskesmas bertanggung jawab
menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu
dan berkesinambungan, meliputi :
- Pelayanan kesehatan perorangan (Private Goods) adalah pelayanan yang bersifat pribadi, dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan kesehatan perorangan mencakup rawat jalan dan rawat inap.
- Pelayanan kesehatan masyarakat (Public Goods) adalah pelayanan bersifat publik dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan publik, mencegah penyakit tanpa mengabaikan upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan. Contoh pelayanan publik adalah Promosi Kesehatan, Pemberantasan Penyakit, Penyehatan Lingkungan, Perbaikan Gizi, Peningkatan Kesehatan Keluarga, Keluarga Berencana, Kesehatan Jiwa Masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.
Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.128/Menkes/SK/II/2004, Tujuan pembangunan
kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya
tujuan pembangunan nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja
puskesmas, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka
mewujudkan Indonesia sehat (Anonim,2004 a).
2.2 Tenaga Kefarmasian dan Kompetensinya
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tenaga kefarmasian adalah
tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian yang terdiri
atas apoteker
dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga kefarmasian terdiri
atas:
2.2.1
Apoteker
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011
tentang Registrasi, Izin Praktek dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, yang
dimaksud dengan apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai
apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Sedangkan menurut PP No 51 Tahun 2009 tentang
pekerjaan kefarmasian, yang dimaksud dengan apoteker
adalah sarjana farmasi yang telah
lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker (Anonim, 2009).
Lingkup
tanggung jawab Apoteker meliputi :
a.
Menjamin ketersediaan
dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan masyarakat.
b.
Menjamin mutu, keamanan, efektivitas obat yang diberikan dan memper-
lihatkan hak asasi dan keunikan setiap
pribadi.
c.
Menjamin setiap orang
atau masyarakat yang menggunakan obat
atau alat kesehatan mendapatkan informasi tentang obat atau alat
kesehatan yang digunakan demi tercapainya kepatuhan penggunaan.
d. Memiliki
tanggung jawab bersama dengan tenaga kesehatan lain dan pasien dalam
menghasilkan terapi pengobatan yang optimal (Anonim, 2004b).
Apoteker bertanggung jawab dalam pengelolaan apotek
dan apoteker dalam pengolaannya harus memiliki kemampuan menyediakan dan
memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu
berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi
multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, belajar sepanjang
karir dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan
pengetahuan (Anonim,2004 b).
2.2.2
Tenaga Teknis Kefarmasian
Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu
apotek dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi atau
Asisten Apoteker (Anonim, 2011).
Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK
mempunyai wewenang untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian di bawah bimbingan dan
pengawasan Apoteker yang telah memiliki STRA sesuai dengan pendidikan dan
keterampilan yang dimilikinya (Anonim, 2009 a).
Lingkup pekerjaan kefarmasian asisten apoteker sesuai
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 679/MENKES/SK/V/2003 BAB
III pasal 8 ayat 2 (dua) meliputi :
a.
Melaksanakan pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan pengadaan, penyimpanan, dan distribusi obat berdasarkan resep
dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional.
b.
Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh asisten apoteker dilakukan
dibawah pengawasan apoteker / pimpinan unit, atau dilakukan secara mandiri
sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku.
2.3
Pekerjaan Kefarmasian
Pekerjaan kefarmasian adalah
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional (Anonim, 2011).
2.3.1 Pengadaan Sediaan Farmasi
a.
Pemilihan
Merupakan
proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat, identifikasi pemilihan
terapi, bentuk dan dosis obat, menentukan
kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbarui standar
obat.
b.
Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan
jenis, jumlah, dan harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat. Dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi seperti obat-obatan tersebut maka
perlu dilakukan pengumpulan data obat-obat yang akan dipesan. Data obat-obatan
tersebut biasanya ditulis dalam buku defecta, yaitu jika barang habis atau
persediaan menipis berdasarkan jumlah barang yang tersedia pada bulan-bulan
sebelumnya (Hartini dan Sulasmono, 2006). Dalam proses perencanaan kebutuhan
obat per tahun, Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan
menggunakan LPLPO fungsinya yaitu Analisis Penggunaan, Perencanaan Kebutuhan,
Pengendalian Persediaan Dan Pembuatan Laporan Pengelolaan Obat. Selanjutnya
UPOPPK (Unit Pengelola dan Perbekalan Kesehatan) yang akan
melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat Puskesmas di wilayah
kerjanya. Proses ini dilakukan dengan menggunakan beberapa
metode sebagai berikut:
(1)
Metode Morbiditas, adalah jumlah
kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan ( morbidity
lead) yang harus dilayani.
(2)
Metode Konsumsi, adalah perhitungan
kebutuhan obat didasarkan pada
data riil
konsumsi obat periode yang lalu. Penyesuaian jumlah kebutuhan
obat dengan
alokasi dana dilakukan menggunakan metode sebagai berikut:
a)
Sistem VEN, yaitu analisis
menggunakan obat berdasarkan
dampak tiap
jenis obat terhadap kesehatan, terbagi dalam tiga kelompok:
(1)
Kelompok V (vital) adalah
obat-obatan yang sangat esensial, antaralain : obat penyelamat (live saving drug), obat-obatan
untuk pelayanan kesehatan pokok (misal: vaksin) dan obat-obatan
untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian besar.
(2)
Kelompok E (essensial) adalah
obat-obatan yang bekerja kausal yaitu obat
yang bekerja pada sumber penyebab penyakit.
(3)
Kelompok N (non essensial) adalah
obat-obatan penunjang, yaitu obat yang
kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau
untuk mengatasi keluhan ringan.
b) Analisis ABC, yaitu analisis yang dilakukan dengan
cara mengelompokkan
jumlah dana yang diserap untuk setiap jenis obat dalam tiga kelompok:
(1) Klasifikasi
A, merupakan butir persediaan yang mewakili 15% dari total persediaan, tetapi mewakili 70-80% dari total
biaya persediaan.
(2)
Klasifikasi B, merupakan butir
persediaan yang mewakili 30% dari total
persediaan, tetapi mewakili 15-25% dari total biaya persediaan.
(3)
Klasifikasi C, merupakan butir
persediaan yang mewakili 55% dari total
persediaan, tetapi mewakili 5% dari total biaya persediaan (Anonim, 1990).
c) Metode
Kombinasi
Metode ini merupakan
gabungan dari metode epidemiologi dan metode konsumsi. Perencanaan pengadaan
barang dibuat berdasarkan pola penyebaran penyakit dan melihat kebutuhan
sediaan farmasi periode sebelumnya.
c. Pengadaan
Sumber
penyediaan obat di Puskesmas adalah berasal dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Obat yang diperkenankan untuk disediakan di Puskesmas adalah
obat Esensial yang jenis dan itemnya ditentukan setiap tahun oleh Menteri
Kesehatan dengan merujuk kepada Daftar Obat Esensial Nasional. Selain itu
sesuai dengan kesepakatan global maupun keputusan Menteri Kesehatan No. 085
tahun 1989 tentang kewajiban menuliskan resep dan atau menggunakan obat generik
di Pelayanan kesehatan milik pemerintah, maka hanya obat generik saja yang
diperkenankan tersedia di Puskesmas.
Adapun
beberapa dasar pertimbangan dari Kepmenkes tersebut adalah :
1. Obat generik sudah menjadi
kesepakatan global untuk digunakan diseluruh dunia bagi pelayanan kesehatan
publik.
2. Obat generik mempunyai mutu, efikasi
yang memenuhi standar pengobatan.
3.Meningkatkan cakupan pelayanan
kesehatan publik bagi masyarakat.
4.Menjaga keberlangsungan pelayanan
kesehatan publik
5. Meningkatkan efekivitas dan efisensi
alokasi dana obat di pelayanan kesehatan publik.
Berdasarkan
UU No.23 tahun 1992 Tentang Kesehatan dan PP No.72 tahun 1999 tentang
Pengamanan sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, yang diperkenankan untuk
melakukan penyediaan obat adalah Apoteker. Puskesmas tidak diperkenankan
melakukan pengadaan obat secara sendiri-sendiri. Permintaan obat untuk
mendukung pelayanan obat dimasing-masing Puskesmas diajukan oleh kepala
Puskesmas kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan format
LPLPO, sedangkan permintaan dari sub unit ke Kepala Puskesmas dilakukan secara
Periodik menggunakan LPLPO sub unit. Untuk pengadaan, pada awalnya dibuat surat
pesanan oleh Asisten Apoteker atau Apoteker berupa LPLPO, yang kemudian ditanda
tangani oleh kepala Puskesmas yang bersangkutan. LPLPO dibuat sebanyak 4
rangkap, 1 lembar untuk Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota setempat, 2 lembar
untuk Gudang Farmasi dan 1 lembar sebagai Arsip. LPLPO dikirimkan pada setiap
akhir bulan dan permintaan barang akan diterima pada setiap awal bulan.
Adapun
macam – macam permintaan obat, sebagai berikut :
1. Permintaan rutin, dilakukan sesuai
dengan jadwal yang disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
2. Permintaan khusus, dilakukan diluar
jadwal distribusi rutin apabila : kebutuhan meningkat, menghindari kekosongan,
penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB), obat rusak dan kadaluarsa.
3. Permintaan obat dilakukan dengan
menggunakan formulir Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO).
4. Permintaan obat ditujukan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan selanjutnya diproses oleh UPOPPK
Kabupaten/Kota.
Menentukan
jumlah permintaan obat, yaitu dengan menggunakan Formulir LPLPO. Data
yang diperlukan yaitu data pemakaian obat periode sebelumnya, jumlah kunjungan
resep, data penyakit, dan frekuensi distribusi obat oleh UPOPKK.
d.
Penerimaaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima
perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai aturan kefarmasian. Tujuan
penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima sesuai
kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan (Anonim,
2004 b). Alur
penerimaan barang di Puskesmas diawali, setiap penyerahan obat oleh UPOPPK, kepada Puskesmas
dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Dinas kabupaten / Kota.
Kemudian, barang atau obat yang datang akan diperiksa oleh Asisten Apoteker
atau Apoteker dan disesuaikan dengan LPLPO. Jika terdapat kekeliruan, wajib
menuliskan jenis yang keliru (rusak, jumlah kurang, dan lain – lain).
e. Penyimpanan
Penyimpanan sediaan farmasi harus diperhatikan bahwa
obat-obatan atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik, namun
dalam hal pengecualian maka penyimpanan harus mampu mencegah kontaminasi dan
harus ditulis informasi yang jelas. Sediaan farmasi juga harus disimpan dalam
kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan (Anonim, 2004 b).
Tujuan penyimpanan adalah agar obat
yang tersedia di unit pelayanan kesehatan mutunya dapat dipertahankan.
Gudang
obat Puskesmas merupakan tempat yang digunakan untuk menyimpan semua perbekalan
farmasi untuk kegiatan yang dilakukan di puskesmas.
Adapun
persyaratan gudang obat puskesmas sebagai berikut :
- Cukup luas minimal 3×4 M
- Ruangan kering tidak lembab.
- Adanya ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembab atau panas.
- Perlu cahaya yang cukup, namun jendela harus mempunyai Pelindung untuk menghindarkan adanya cahaya langsung.
- Lantai dibuat dari semen yang tidak memungkinkan bertumpuknya debu atau kotoran lain, bila perlu dibuat alas papan.
- Dinding dibuat licin
- Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam
- Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat.
- Mempunyai pintu yang di lengkapi kunci ganda.
- Tersedia lemari atau laci khusus untuk narkotik dan psikotropik yang selalu terkunci.
- Sebaiknya ada pengukur suhu ruangan. (Anonim, 2005).
f. Distribusi
Tenaga kefarmasian dalam melakukan pekerjaan
kefarmasian dalam fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi harus
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang distribusi atau
penyaluran (Anonim, 2009a).
Tujuan distribusi adalah memenuhi
kebutuhan obat sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja puskesmas
dengan jenis, mutu, jumlah, dan tepat waktu.
Hal – hal yang perlu diperhatikan
dalam menentukan frekuensi distribusi, yaitu :
- Jarak Sub Unit Pelayanan.
- Biaya Distribusi yang tersedia
g.
Pemusnahan
Pemusnahan
sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan terhadap sediaan farmasi dan
alat kesehatan yang:
1) Diproduksi tanpa memenuhi persyaratan yang berlaku.
2) Telah kadaluwarsa.
3) Tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan
kesehatan atau
kepentingan
ilmu pengetahuan.
4) Dicabut izin edarnya.
5) Berhubungan dengan tindak pidana di bidang sediaan
farmasi dan alat
kesehatan.
Pemusnahan sediaan farmasi dan alat
kesehatan dilaksanakan oleh badan usaha
yang memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan, dan
atau orang yang bertanggung jawab atas sarana kesehatan dan atau pemerintah. Pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan dengan memperhatikan dampak tehadap
kesehatan manusia serta upaya pelestarian lingkungan hidup. Pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan harus
dilaporkan kepada
Menteri. Laporan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan sekurang-kurangnya harus memuat keterangan
waktu dan tempat pelaksanaan
pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan, nama penanggung jawab pelaksana
pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan, nama satu orang saksi dalam
pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
h. Pengelolaan
Narkotika dan Psikotropika
1) Narkotika
Narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan (Anonim,2009 b).
Undang-undang
RI No. 35 tahun 2009 tentang narkotika, dijelaskan bahwa narkotika dibagi
menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:
a)
Narkotika golongan I
adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium
setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan. Narkotika golongan I memiliki potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan. Contoh Daun koka, Tanaman Papaver Somniferum L:
opium, kokain dan heroin.
b) Narkotika golongan II adalah narkotika yang
berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat dalam terapi
dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
tinggi mengskibstksn ketergantungan. Contoh: fentanil, morfin, petidin, dan benzetidin.
c) Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat
pengobatan
dan banyak digunakan
dalam terapi dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan menyebabkan ketergantungan. Contoh : kodein, etilmorfin, nikokodina, dan
buprenorfina.
Pengelolaan
narkotika meliputi pemesanan, penyimpanan, penyerahan, pelayanan, pelaporan dan
pemusnahan narkotika.
a) Pemesanan
Apotek dan
apotek Rumah Sakit mendapatkan obat narkotika dari Pedagang Besar Farmasi (PBF)
Kimia Farma dengan jalan menulis dan mengirimkan Surat Pesanan (SP) yang dibuat
4 rangkap. Satu untuk arsip apotek dan sisanya untuk PBF, selanjutnya PBF
mengirimkannya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota, Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi Jawa Tengah dan Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan Jawa Tengah.
b) Penyimpanan
Tempat khusus
untuk menyimpan narkotika harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
(1) Harus
dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
(2) Harus
mempunyai kunci yang kuat.
(3) Dibagi dua
masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama
digunakan untuk menyimpan narkotika, petidina, dan garam-garamnya serta persediaan
narkotik, bagian kedua
dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.
(4) Apabila tempat khusus
tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40x80x100 cm, maka lemari tersebut
harus dibuat pada tembok atau lantai (Anonim, 1997a).
c) Penyerahan
Apotek hanya dapat menyerahkan narkotik kepada rumah
sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter dan pasien dan hanya
dapat diserahkan kepada pasien berdasarkan resep dokter (Anonim,2009 b).
Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya
dapat dilaksanakan untuk:
(1)
Menjalankan praktik
dokter dengan memberikan narkotika melalui suntikan;
(2)
Menolong orang sakit
dalam keadaan darurat dengan memberikan narkotika
melalui suntikan; atau
(3)
Menjalankan tugas di
daerah terpencil yang tidak ada apotek.
Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh
dokter hanya dapat diperoleh di apotek.
(1) Pelayanan
Narkotika
Pelayanan
Resep yang Mengandung Narkotika Menurut UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
disebutkan bahwa narkotika hanya dapat diserahkan pada pasien untuk pengobatan
penyakit berdasarkan resep dokter. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan
narkotika atas dasar salinan resep dokter. Selain itu berdasarkan surat
edaran Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan :
(a) Sesuai
dengan bunyi pasal 7 ayat 2 UU No.9 tahun 1976 tentang narkotika, apotek
dilarang melayani salinan resep dari apotek lain yang mengandung narkotika,
walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.
(b) Untuk
resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek
boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani
oleh apotek yang menyimpan resep asli.
(c) Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak
boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter
tidak boleh menambahkan tulisan
“iter” pada resep yang mengandung narkotika.
d) Pelaporan
Menurut UU No. 35 Pasal 14 ayat 2
tahun 2009 apotek wajib membuat, menyampaikan dan menyimpan laporan berkala
mengenai pemasukan atau pengeluaran narkotika yang ada di dalam penguasaanya
kepada Menteri Kesehatan. Laporan narkotika
dibuat 4 rangkap,
dikirim kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan setempat dan sebagai Arsip Apotek. Dinas Kesehatan Provinsi mengambil data dari Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Laporan harus ditandatangani oleh APA disertai nama
terang, SIK APA dan stempel apotek. Laporan bulanan
narkotika berisi nomor urut, kodefikasi, nama sediaan, satuan, persediaan awal
bulan, tanggal, pemasukan, jumlah, pengeluaran (resep, lain-lain, jumlah),
persediaan akhir bulan dan keterangan.
e) Pemusnahan
Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1997
tentang narkotika, disebutkan bahwa pemusnahan narkotika dapat dilakukan
apabila:
(1)
Diproduksi tanpa
memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan / atau tidak dapat digunakan
dalam proses produksi.
(2)
Kadaluarsa
(3)
Tidak memenuhi syarat
untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan
/ atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
(4)
Berkaitan dengan tindak
pidana (Anonim, 1997a).
Pemusnahan narkotika dilaksanakan
oleh pemerintah, orang atau badan yang bertanggung jawab atas produksi dan
peredaran narkotika yang disaksikan oleh pejabat yang berwenang (yang ditunjuk
Menteri Kesehatan) dan membuat Berita Acara Pemusnahan yang memuat antara lain
:
- Keterangan tempat, hari, tanggal, jam, bulan dan tahun dilakukannya pemusnahan.
- Nama pemegang izin khusus (APA/dokter).
- Nama saksi (1 orang dari pemerintahan dan 1 orang dari badan instansi yang bersangkutan).
- Nama, jenis, sifat dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
- Cara pemusnahan (dibakar, ditanam atau dengan cara lain yang telah ditetapkan).
- Tanda tangan penanggungjawab apotek/pemegang izin khusus/dokter pemilik narkotik dan saksi-saksi.
2)
Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental
dan perilaku (Anonim,1997a).
Pengelolaan
psikotropika meliputi pemesanan, penyimpanan, penyerahan, pelaporan, dan
pemusnahan psikotropika.
a)
Pemesanan
Pemesanan psikotropika menurut UU No. 5 tahun 1997
menggunakan surat
pesanan khusus. Dipesan oleh apotek kepada PBF. Penyerahan psikotropika dari
apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lain, rumah sakit, balai pengobatan,
puskesmas dokter dan pelayanan resep dokter.
b)
Penyimpanan
Obat – obat golongan
psikotropik dalam penyimpanannya diletakkan tersendiri dalam suatu rak atau
lemari khusus, terpisah dari obat yang lain. Pemasukan dan pengeluaran
psikotropik dikontrol dengan menggunakan kartu stok atau kartu stelling.
c)
Penyerahan
Penyerahan
psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya,rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pengguna/pasien
berdasarkan resep dokter.
d)
Pelaporan
Penggunaan
psikotropika dimonitor dengan mencatat resep-resep yang berisi obat
psikotropika secara tersendiri. Buku catatan harian berisi nomor, tanggal, nama
sediaan, persediaan awal, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran, sisa akhir,
nama dan alamat pasien, dokter penulis resep, dan keterangan. Berdasarkan Undang-undang
No. 5 tahun 1997, apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan
yang dilakukan berhubungan dengan psikotropika kemudian dilaporkan secara
berkala satu tahun sekali. Laporan dibuat 4 rangkap, dikirim setiap tahun
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi,
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Laporan ini harus ditandatangani oleh
Apoteker Pengelola Apotek (APA) disertai nama terang, surat
izin kerja dan cap apotek. Laporan bulanan psikotropika berisi nomor urut,
kodefikasi, nama sediaan, satuan, persediaan awal bulan, tanggal, pemasukan
dari, jumlah, pengeluaran (resep, lain-lain, jumlah), persediaan akhir tahun.
e)
Pemusnahan
Pada
Pasal 53 UU No.5 Tahun 1997 tentang psikotropika disebutkan bahwa pemusnahan
psikotropika dilaksanakan dalam hal :
(1)
Berhubungan dengan tindak pidana.
(2)
Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak
dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika.
(3)
Kadaluarsa.
(4)
Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan dan atau untuk kepentingan ilmu
pengetahuan.
2.3.2 Pelayanan
Sediaan Farmasi
a) Pengelolaan Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi,
dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien
sesuai peraturan perundangan yang berlaku (Anonim, 2004b).
Menurut
Kepmenkes No.1027 tahun 2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek,
menerangkan bahwa pelayanan resep
meliputi skrining resep yang mencakup pemeriksaan kelengkapan resep,
kesesuaian farmasetika resp dan pertimbangan klinis pasien.
Resep
harus memuat :
(1)
Nama, alamat dan nomer
ijin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan.
(2) Tanggal penulisan resep (inscriptio).
(3) Tanda R/ pada
bagian kiri setiap penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat
(invocatio).
(4)
Bentuk sediaan obat
yang akan dibuat, aturan pemakaian obat
yang tertulis (signatura).
(5)
Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku (subscriptio).
(6) Jenis
hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan.
(7) Tanda
seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi
dosis maksimal.
Copy resep yaitu salinan
tertulis dari suatu resep. Salinan resep
selain memuat semua keterangan yang termuat dalam resep asli harus pula memuat
:
(1) Nama
dan alamat apotek.
(2) Nama
dan nomor SIK Apoteker pengelola apotek.
(3) Nama
dokter dan tanggal pembuatan resep.
(4) Tanda
tangan Apoteker pengelola apotek.
(5) PCC
(Pro Copy Conform/ dicopy sesuai resep
aslinya).
(6) Nomor
resep dan tanggal pembuatan.
Salinan
resep harus ditanda tangani oleh APA, resep
atau salinan resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik
selama tiga tahun. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada
dokter penulis resep atau yang merawat penderita yang bersangkutan, petugas
kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut peraturan perundang–undangan
yang berlaku.
Penyiapan resep mencakup kegiatan peracikan sampai
dengan penyerahan dan konseling obat kepada pasien. Kegiatan ini terdiri dari:
(1) Peracikan
Merupakan
kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada
wadah.Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap
dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang
benar.
(a) Etiket
Etiket
harus jelas dan
dapat dibaca.
(b) Kemasan
obat yang diserahkan
Obat
hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok
sehingga terjaga kualitasnya (Anonim,
2004b).
(2) Penyerahan obat
Sebelum
diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian
antra obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai
pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dengan tenaga kesehatan
(Anonim, 2004b).
(a)
Informasi obat
Apoteker
harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat,
tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien
sekurang-kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi
(Anonim, 2004b).
(b) Konseling
Apoteker
harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan
kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang
bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan
farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti
cardiovaskuler, diabetes, TBC, asma,
dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara
berkelanjutan (Anonim, 2004b).
(c) Monitoring
penggunaan obat
Setelah penyerahan obat
kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama
untuk pasien tertentu seperti cardiovaskuler,
diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya (Anonim, 2004b).
(d) Promosi dan edukasi
Dalam rangka
pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi
dan edukasi. Apoteker ikut membantu penyebaran informasi tentang kesehatan
antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster, penyuluhan dan
lain-lain. Adapun yang dimaksud dengan pengelolaan informasi meliputi
Ø Pengelolaan
informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter
dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.
Ø Pengamatan
dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat
perbekalan farmasi lainnya
Pengelolaan resep yang telah dikerjakan
:
·
Resep yang telah dibuat disimpan menurut
urutan tanggal dan nomor penerimaan/pembuatan resep.
·
Resep yang mengandung narkotika harus dipisahkan
dari resep lainnya, ditandai garis merah di bawah nama obatnya.
·
Resep yang telah disimpan melebihi tiga
tahun dapat dimusnahkan dan cara pemusnahannya adalah dengan cara dibakar atau
dengan cara lain yang memadai.
·
Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker
Pengelola Apotek bersama dengan sekurang-kurangnya seorang petugas apotek.
·
Pada pemusnahan resep harus dibuat
berita acara pemusnahan sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam
rangkap empat dan ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek dan seorang
petugas apotek yang ikut memusnahkan. Berita acara pemusnahan ini harus
disebutkan hari dan tanggal pemusnahan, tanggal yang terawal dan terakhir dari
resep, berat resep yang dimusnahkan dalam kilogram (Anief, 1998).
BAB III
PROGRAM
KERJA KULIAH MAGANG MAHASISWA (KMM)
3.1
Tempat dan Waktu Pelaksanaan KMM
KMM
dilaksanakan di UPTD Puskesmas Manahan yang beralamat di Jalan Sri
Gunting VII/11, Manahan, Surakarta pada tanggal 17
Maret sampai dengan 29
Maret 2013. Kegiatan KMM dilakukan setiap hari Senin sampai Sabtu
pada pukul 07.00 WIB sampai pukul 14.00 WIB, khusus pada hari Jumat
dilaksanakan sampai pukul 11.30 WIB.
3.2 Tinjauan
dan Profil UPTD Puskesmas Manahan
Puskesmas
Manahan Surakarta berdiri pada bulan September tahun 1975 dengan alamat Jl. Sri
Gunting VII/11 Kelurahan Manahan, Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Visi
Puskesmas Manahan adalah terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal
tahun 2015 dengan didukung pelayanan kesehatan yang bermutu. Misi Puskesmas
Manahan adalah :
- Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
- Meningkatkan mutu dan kualitas sarana dan prasarana.
- Meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
3.2.1 Geografi
Wilayah binaan
Puskesmas Manahan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta terdiri dari 2 (dua)
Kelurahan yaitu Kelurahan Manahan dan Kelurahan Mangkubumen dengan luas wilayah
mencapai 2,07 Km2, berupa tanah dataran rendah dengan kepadatan
penduduk 11.212 jiwa/ Km2. Batas-batas wilayah kerja Puskesmas
Manahan adalah sebagai berikut :
Ø Utara :
Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari
Ø Selatan
: Kelurahan Purwosari, Kecamatan Laweyan
Ø Timur :
Kelurahan Punggawan dan Timuran, Kecamatan Banjarsari
Ø Barat :
Kelurahan Kerten, Kecamatan Laweyan
3.2.2 Demografi
Jumlah penduduk wilayah
kerja Puskesmas Manahan sebanyak 23.344 jiwa yang tersebar di 2 (dua) Kelurahan
binaan yaitu Kelurahan Manahan sebanyak 13.438 jiwa dan Kelurahan Mangkubumen
9.906 jiwa. Dengan jumlah KK 5.782 berarti terdapat rata-rata 4 jiwa/KK dengan
tingkat hunian rumah sebesar 6 jiwa/rumah (jumlah rumah : 3.889). Jumlah
penduduk di wilayah binaan Puskesmas Manahan berdasarkan jenis kelamin adalah
laki-laki 11.559 dan perempuan 11.785. Sehingga jumlah penduduk wanita lebih
banyak daripada laki-laki.
Berdasarkan kelompok
umur, jumlah penduduk Puskesmas Manahan yang terbanyak adalah antara umur0-4
tahun yaitu sebanyak 3.573 jiwa (15,3%) diikuti kelompok umur 15-19 tahun yaitu
sebanyak 3.399 jiwa (14,6%). Sedangkan jumlah penduduk terkecil adalah kelompok
umur di atas 60 tahun yaitu sebanyak 815 jiwa (3,5%). Berdasarkan Laporan
Monografi Dinamis Kelurahan Tahun 2012 dapat diketahui bahwa jumlah kepala
keluarga yang terbanyak adalah di Kelurahan Manahan yaitu sebanyak 2.977 KK
(51,83%). Dari data demografi tidak ditemukan adanya kematian bayi/balita di
wilayah binaan Puskesmas Manahan. Dari wilayah binaan didapatkan angka pertumbuhan
penduduk sebesar 2,2% (Anonim, 2013).
3.2.3 Perekonomian
Berdasarkan Perencanaan
Terpadu Tingkat Puskesmas Manahan mayoritas mata pencaharian penduduk di
wilayah binaan Puskesmas Manahan adalah buruh industri sebanyak 4.337 jiwa
(25,7%). Hal inimenunjukkan bahwa Kota Surakarta merupakan Kota Industri. Untuk
mata pencaharian petani, buruh tani, dan nelayan tidak ada karena tidak
didukung letak geografis. Di wilayah binaan Puskesmas Manahan juga terdapat
beberapa sarana perekonomian yang mendukung penvapaian pendapatan perkapita
masyarakat yaitu :
Tabel
I Sarana Perekonomian di Wilayah Binaan Puskesmas Manahan
No.
|
Jenis Sarana
|
Jumlah
|
1
|
Pasar
|
4
|
2
|
Perusahaan
Makanan
|
4
|
3
|
Perusahaan
Minuman
|
2
|
4
|
Industri
Tekstil
|
1
|
5
|
Pedagang
Kaki Lima
|
50
|
6
|
Bank
Kredit Desa
|
2
|
7
|
Hotel
|
7
|
3.2.4 Pendidikan
Penduduk di
wilayah Puskesmas Manahan menurut tingkat pendidikan yang terbanyak adalah
tamat SLTA yaitu sebanyak 7.205 (35.5%). Untuk selengkapnya lihat tabel berikut
:
Tabel
II Tingkat Pendidikan Penduduk
No.
|
Tingkat Pendidikan
|
Jumlah
|
Persen
|
1
|
Akademi/PT
|
1.618
|
8
|
2
|
SLTA
|
7.205
|
35.5
|
3
|
SLTP
|
2.846
|
14
|
4
|
Tamat SD
|
1.742
|
8.6
|
5
|
Tidak
Tamat SD
|
1.012
|
5
|
6
|
Belum
Tamat SD
|
5.134
|
25.3
|
7
|
Tidak Sekolah
|
758
|
3.7
|
Jumlah
|
20.3155
|
100
|
3.2.5 Perilaku
Di wilayah binaan
Puskesmas Manahan terdapat beberapa perilaku dari masyarakat yang sudah menjadi
kebiasaan sehari-hari yang dapat mendukung terwujudnya kesehatan masyarakat
yang optimal. Kebiasaan tersebut antara lain :
- Dana Sehat
- Partisipasi masyarakat pada program Posyandu
- Gerakan Sayang Ibu
- Gotong royong bersih lingkungan
- Ronda
- Kelurahan Siaga
3.2.6 Keagamaan
Penduduk di
wilayah binaan Puskesmas Manahan sebagian besar adalah penganut agama Islam
yaitu sebanyak 74,6%. Untuk selengkapnya lihat tabel berikut :
Tabel
III Jumlah Pemeluk Agama
No.
|
AGAMA
|
JUMLAH
|
1
|
ISLAM
|
17.751
|
2
|
K.
KATHOLIK
|
2.746
|
3
|
K.
PROTESTAN
|
2.398
|
4
|
BUDHA
|
429
|
5
|
HINDU
|
63
|
6
|
KEPERCAYAAN
|
9
|
JUMLAH
|
23.387
|
3.2.7 Kader Kesehatan
Selain karyawan
Pukesmas Manahan, di wilayah binaan Puskesmas juga terdapat tenaga kesehatan
yang berasal dari masyarakat yang sudah dilatih baik oleh Puskesmas Manahan
maupun tingkat Kecamatan dan Kota Surakarta, Sehingga mempunyai pengetahuan dan
ketrampilan di bidang kesehatan. Tenaga ini disebut dengan kader kesehatan.
3.2.8 Dana Sehat
Puskesmas
Manahan baru
membina dua kelompok masyarakat dalam hal pengelolaan dana sehat untuk
pengobatan kesehatan anggota keluarganya ke Puskesmas, dana tersebut adalah :
Tabel
IV Dana Sehat di Wilayah Binaan Puskesmas Manahan
No.
|
JENIS DANA
|
MANAHAN
|
MANGKUBUMEN
|
1
|
Dana Sehat
|
11
|
10
|
2
|
Dana
Koperasi
|
0
|
1
|
Jumlah
|
11
|
11
|
3.3
Struktur
Organisasi
Struktur
organisasi merupakan suatu kerangka yang menunjukkan seluruh kegiatan-kegiatan
untuk pencapaian tujuan organisasi, hubungan antara fungsi serta mekanisme
formal dengan manajemen organisasi yang dikelola. Agar suatu organisasi dapat
berjalan dengan baik, maka diperlukan suatu struktur organisasi yang jelas. Melalui
struktur organisasi ini, dapat dilihat posisi perangkat atau personil
organisasi dengan tujuan untuk mengintegrasikan dan hubungan kerjasama yang
ideal. Adapun struktur organisasi Puskesmas Manahan saat ini dapat dilihat pada gambar 1
3.4
Program
Kerja Puskesmas Manahan
3.4.1
Upaya
Kesehatan Ibu dan Anak
Upaya Kesehatan Ibu dan Anak adalah
dibidang kesehatan yang menyangkut pemeliharaan dan pelayanan ibu hamil, ibu
menyusui, bayi dan balita serta anak sekolah dengan tujuan umum tercapainya
kemampuan hidup sehat melalui derajat kesehatan yang optimal bagi ibu dan
keluarganya menuju NKKBS dan tujuan khusus yaitu :
a.
Pemeliharaan kesehatan ibu hamil,
melahirkan dan menyusui serta bayi. Anak balita dan anak sekolah
b.
Memberikan nasehat tentang makanan guna
gizi buruk karena kekurangan serta bila ada pemberian makanan tambahan, vitamin
dan mineral
c.
Pemberian nasehat tentang perkembangan
anak dan stimulasinya
d.
Imunisasi TT 2x
pada ibu hamil dan BCG, DPT 3x, Polio 4x, Campak 1x dan Hepatitis B 3x pada
bayi
e.
Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai
aspek dalam mencapai tujuan program KIA.
f.
Pelayanan keluarga berencana kepada
pasangan usia subur dengan perhatian khusus kepada mereka yang dalam keadaan
bahaya karena melahirkan anak berkali – kali dan golongan ibu beresiko tinggi
pengobatan pada bayi, ibu bayi, anak balita dan anak prasekolah untuk macam –
macam penyakit ringan.
g.
Kunjungan rumah untuk mencari ibu dan
anak yang memerlukan pemeliharaan, memberikan penerangan dan pendidikan tentang
kesehatan dan untuk mengadakan pemantauan kepada mereka yang lalai mengunjungi
puskesmas dan meminta mereka untuk datang ke puskesmas lagi.
h.
Pengawasan dan bimbingan kepada taman
kanak – kanak dan dukun bayi
Kegiatan yang dilakukan KIA :
(a) Usaha yang ditujukan pada ibu :
Kesehatan ibu
hamil perlu diperhatikan dengan tujuan supaya dapat memantau kesehatan ibu
hamil dan kenormalan janin yang dikandungnya.
Usaha – usaha ibu hamil meliputi :
1. Perawatan Anterpartum
a. Setiap ibu hamil diperiksa kehamilannya sejak bulan
pertama, minimal 4x selama kehamilan.
b.Pemeriksaan meliputi :
1) Tensi, untuk ibu hamil normal tidak lebih dari 150
termasuk faktor resiko tinggi.
2) Berat badan
3) Letak bayi pada kandungan, dengan pemeriksaan ini dapat
diketahui posisi bayi yang sebenarnya, sehingga dapat menghindari terjadinya
posisi sungsang pada waktu akan melahirkan.
4) Jumlah hemoglobin, pada ibu hamil sering kali mengalami
anemia, maka penting sekali dilakukan usaha untuk menambah darah yaitu dengan
pemberian tablet tambah darah sebanyak 90 tablet yang terdiri dari tablet Fe I
(30 tablet pada kehamilan 5 bulan), Fe II (30 tablet pada kehamilan 6 bulan)
dan Fe III (pada kehamilan 7 bulan).
5) Ukuran panggul,
adapun tujuan pengukuran panggul adalah :
a) Untuk mengukur besarnya uterus sehinga dapat diketahui
sudah berapa lama / umur kehamilan.
b) Untuk mengetahui kenormalan kehamilan
c) Tetanus Taxoid (TT), TT diberikan pada ibu hamil 2 kali
yaitu TT1 dan TT2, TT dapat berfungsi selama 3 tahun.
2. Perawatan Intrapartum (waktu melahirkan),
dilakukan pertolongan persalinan di luar rumah sakit.
3. Perawatan Postpartum (setelah melahirkan) :
a) Pemeriksaan
masa nifas (masa 40 hari setelah melahirkan)
b) Pemeriksaan jumlah asi
c) Pemberian nasehat tentang merawat bayi, nasehat untuk
menjarangkan kehamilan.
(b) Usaha yang ditujukan pada bayi :
1. Pengawasan pertumbuhan, penimbangan tiap bulan, hasil
ditulis pada KMS, jika 3 bulan berturut-turut tetap pada garis merah berarti
bayi kurang gizi.
2. Pengawasan terhadap makanan gizi.
3. Pemberian vaksinasi.
4. Pengawasan pertumbuhan dan perkembangan.
5. Pemberian vaksinasi ulang (revaksinasi).
Agar pelaksanaan program KIA dapat
merata di semua lapisan masyarakat maka di setiap desa didirikan posyandu (Pos
Pelayanan Terpadu) yang pelaksanaannya dibantu oleh warga masyarakat setempat.
3.4.2
Upaya
Perbaikan Gizi
Kegiatan masyarakat untuk melembagakan
upaya perbaikan gizi dalam keluarga di Indonesia dengan tujuan meningkatkan dan
terbinanya keadaan gizi seluruh masyarakat. Kegiatan perbaikan gizi meliputi :
1. Mengenali penderita-penderita kekurangan gizi dan
mengobati mereka.
2. Mempelajari keadaan gizi masyarakat dan
mengembangkan program perbaikan gizi.
3. Memberikan pendidikan gizi kepada masyarakat dan secara
perseorangan kepada mereka yang membutuhkan, terutama dalam program KIA.
4. Melaksanakan program perbaikan gizi keluarga.
5. Memberikan makanan yang mengandung protein, kalori yang
cukup kepada anak dibawah lima tahun dan kepada ibu yang menyusui.
6. Memberikan vitamin A kepada anak-anak dibawah umur 5
tahun.
Gangguan kesehatan karena kekurangan
gizi yang terpenting meliputi : kekurangan kalori, vitamin A, iodium dan zat
besi.
1. Kekurangan vitamin A
Cara pencegahan
kekurangan vitamin A :
- Makan makanan yang banyak mengandung vitamin A seperti : hati, minyak, ikan, lemak binatang dan buah-buahan yang berwarna merah, jingga dan kuning.
- Setiap februari dan agustus diberi 1 kapsul vitamin A takaran tinggi 200.000 SI pada anak umur 1-5 tahun.
2. Kekurangan protein
Kebutuhan protein setiap hari pada anak-anak sekitar 3
gram/kg berat badan dan pada orang dewasa sekitar 1 gram/kg berat badan.
Akibat
kekurangan protein :
a. Pada orang dewasa dapat menyebabkan HongerOedema
(busung lapar).
b. Pada anak-anak
dapat menyebabkan Kwasiokor.
Gejala-gejala
kekurangan protein :
a. Berat badan di
bawah normal.
b. Rambut merah,
mudah dicabut.
c. Lemah, cengeng, apatis.
d. Terjadi
kelainan pada alat dalam jantung (jantung, hati, ginjal, otak).
3. Kekurangan iodium
Penyebabnya adalah makanan dan air yang tiap hari
dikonsumsi tidak mengandung iodium. Akibat dari kekurangan iodium adalah :
a. Perkembangan kemampuan anak dan tingkat kecerdasan anak akan
terhambat.
b. Pertumbuhan jasmani terhambat.
c. Penderita mengalami pembesaran kelenjar gondok pada
leher.
Jika ibu kekurangan iodium dapat mengalami keguguran atau
bayinya akan meninggal pada saat melahirkan. Pencegahannya meliputi :
1. Mengkonsumsi garam yang mengandung iodium.
2. Untuk daerah gondok yang berat : anak-anak 1-5 tahun
diberi 1 kapsul iodium selama 1 tahun.
4. Anemia
Adalah keadaan dimana kadar Hb tubuh rendah akibat
kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan tubuh. Penyebab
kekurangan zat besi antara lain :
a. Makanan yang dikonsumsi kurang mengandung gizi.
b. Penyerapan zat besi dalam usus tidak baik.
c. Infeksi parasit.
d. Perdarahan akibat sering melahirkan.
e. Jarak melahirkan anak terlalu dekat.
f. Ibu hamil bekerja terlalu berat.
Akibat
kekurangan zat besi bagi ibu hamil adalah :
a. Ibu tidak kuat dalam bekerja.
b. Bayi yang akan dilahirkan biasanya kecil dan lemah.
c. Waktu melahirkan dapat menyebabkan ibu dan anak
meninggal.
Gejala
kekurangan zat besi meliputi lemah, lesu, cepat lelah, lidah, bibir, kuku, wajah
dan muka pucat, mata berkunang-kunang.
Cara
menanggulangi :
a. Penggalakan penggunaan bahan pangan sumber zat besi.
b. Tiap hari ibu hamil minum 1 pil / tablet tambah darah
sampai masa nifas.
c. FeSO4 tablet untuk ibu hamil dan menyusui.
d. Vitamin A dosis tinggi untuk balita.
3.4.3
Kesehatan
Lingkungan
Kesehatan lingkungan
mempunyai peranan yang cukup besar dalam mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat, di samping perilaku masyarakat itu sendiri. Di wilayah binaan
Puskesmas Manahan terdapat beberapa sarana kesehatan lingkungan yang ada di
masyarakat antara lain :
1. Penyediaan
Jamban Keluarga
Jumlah
cakupan masyarakat yang memanfaatkan jamban untuk tempat buang air besar di
wilayah binaan Pukesmas Manahan mengalami peningkatan meskipun masih belum
memenuhi target.
2. Penyediaan
Air Bersih
Sarana
penyediaan air bersih di wilayah binaan mengalami penurunan dari tahun sebelumnya,
hal ini dikarenakan masih adanya masyarakat yang menggunakan 1 sarana untuk
beberapa kepala keluarga. Adapun jumlah sarana yang paling banyak digunakan
adalah PDAM, disusul sumur gali,d dan sumur pompa tangan.
3. Pengelolaan
Sampah
Sampah
yang dihasilkan di wilayah binaan Puskesmas Manahan diangkut oleh petugas dan
dikumpulkan pada tempat penampungan sampah sementara. Di wilayah binaan
Puskesmas Manahan terdapat 7 sarana TPS yang telah dilakukan pemeriksaan secara
berkala setiap bulan dan memenuhi syarat kesehatan.
3.4.4
Pencegahan
dan Pemberantasan Penyakit Menular
a. P2
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Usaha
pencegahan :
1. Mengadakan kegiatan PBJ (Pemberantasan Jentik Berkala).
2. PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) contoh : menguras
tandon air.
3. Abatesasi (pemberian abate) dilakukan secara selektif
yaitu pada tandon air yang
positifterdapat jentik – jentik nyamuk yaitu dengan dosis : 10 L/gram dan 1
gentong/ 1 sendok makan.
4. Fogging
(pengabutan) dengan menggunakan alat Swing Fog, bahan – bahan : malation
dan solar 1:20, ICON dan solar 1:125 tapi jarang karena mahal harganya
b. P2
TB Paru
Dalam
rangka mensukseskan pelaksanaan penderita TB Paru, prioritas ditujukan terhadap
penemuan penderita baru dan pengobatan sampai sembuh dengan cara pengawasan dan
pengendalian pengobatan penderita. Dalam menjamin keberhasilan pengobatan,
dilakukan pengawasan dalam keteraturan dan ketaatan minum obat selama masa
pengobatan dengan dipantau oleh seorang PMO (Pengawas Menelan Obat),
c. Imunisasi
Program
imunisasi yang sudah dilakukan meliputi imunisasi dasar (BCG, DPT, Polio,
Campak) serta Hepatitis B.
d. P2
Penyakit HIV/AIDS
P2
penyakit HIV/AIDS meliputi pemeriksaan IMS (Infeksi Menular Seksual),
pemeriksaan HIV dan pengobatan pada penderita IMS
e. P2
Penyakit Diare
Promosi tentang teknis sanitasi pada
masyarakat, misalnya usaha desinfektan berupa pemberian kaporit pada sumur-sumur
masyarakat. Apabila ada pasien yang terkena diare dilakukan pengobatan dengan
pemberian oralit atau obat diare lainnya. Jika terjadi wabah,dilakukan
kegiatan penyelidikan epidemologi yaitu terjun langsung ke lapangan. Suatu
keadaan dinyatakan wabah jika 80 rumah dalam wilayah suatu RW positif
terinfeksi.
f. P2
Polio
Mengadakan
penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat dan imunisasi untuk pencegahan polio.
g. P2
ISPA
Meliputi cakupan balita yang menderita pneumonia
yang ditangani.
h. P2
NAPZA
P2
NAPZA meliputi penyuluhan oleh Dinas Kesehatan dan PTRM (Program Terapi Rumatan
Methadone) bagi pasien dengan ketergantungan terhadap heroin.
3.4.5
Pembinaan
Peran Serta Masyarakat
Pembinaan dengan mengadakan penyuluhan kesehatan dan program posyandu di
wilayah binaan Puskesmas Manahan.
3.4.6
Klinik
Keluarga Bencana
Kehamilan perlu direncanakan sehingga
kehamilan itu terjadi tepat pada waktu yang diinginkan, jarak antara kelahiran
diperpanjang untuk membina kesehatan yang sebaik-baiknya bagi seluruh keluarga
dan kelahiran selanjutnya di cegah apabila jumlah anggota keluarga telah
mencapai jumlah seperti yang dikehendaki. Tujuan umum dari Keluarga Berencana
adalah Meningkatkan kesejahteraan ibu, anak serta keluarga dalam rangka menuju
NKKBS. Manfaat
Keluarga Berencana :
1. Untuk Ibu
1) Perbaikan kesehatan badan karena mencegah kehamilan yang
berulang kali dalam waktu yang pendek.
2) Meningkatkan kesehatan mental dan sosial sehingga
memperoleh waktu yang cukup untuk mengasuh anak, istirahat dan aktivitas lain.
- Untuk anak
1) Anak yang dilahirkan dalam kondisi normal.
2) Anak akan mendapat
perhatian, pemeliharaan yang cukup.
3) Perkembangan fisiknya lebih baik.
4) Perkembangan mental dan sosialnya lebih sempurna.
5) Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih
baik.
Kegiatan
Keluarga Berencana meliputi :
1) Mengadakan kursus keluarga berencana untuk para ibu
dan calon ibu yang mengunjungi KIA.
2) Mengadakan kursus KB kepada dukun yang kemudian akan
bekerja sebagai penggerak calon peserta KB.
3) Mengadakan pembicaraan-pembicaraan tentang KB kapan
saja ada kesempatan, baik di Puskesmas maupun sewaktu mengadakan kunjungan
rumah.
4) Memasang IUD, cara-cara penggunaan pil, kondom dan
cara-cara lain dengan memberi sarananya.
5) Melanjutkan dan mengamati mereka yang menggunakan
sarana pencegah kehamilan.
Alat-alat
kontrasepsi
Dalam pelaksanaan program KB nasional sekarang telah
tersedia cara-cara kontrasepsi sebagai berikut : pil, spiral, kondom. Puskesmas
Manahan bagian KB dan pil KB melayani alat-alat kontrasepsi berupa suntik,
susuk, spiral, tissue KB dan pil KB. Cara alat-alat kontrasepsi
bermacam-macam pada umumnya mempunyai fungsi :
1) Mengusahakan
agar tidak terjadi evolusi.
2) Melumpuhkan
sperma.
3) Menghalangi
pertemuan antara sel telur dan sperma.
Pembagian cara
kontrasepsi menurut metodenya :
1) Metode sederhana
a. Tanpa alat / obat, senggama terputus dan pantang berkala.
b. Dengan alat / obat, kondom, diafragma atau kap, kream,
jelli, cairan berbusa, tablet berbusa (vagina tablet), infraveg (tissue
KB).
2) Metode efektif
a. Pil KB, adalah suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang
berbentuk tablet strip yang berisi gabungan hormon estrogen dan hormon
progesteron saja, jenis-jenis pil :
1. Pil kombinasi isi : esterogen dan progesteron
2. Pil mini isi : progesteron (dosis kecil)
3. Morning after pil isi : esterogen dosis tinggi
(actinyloestradiol 3-5 mg)
b. Suntikan KB, hanya berisi hormon progesteron dosis
tinggi, pemakaian 3 bulan 1 kali per injeksi, contoh : depoprovera 150 mg.
c. Alat kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK), dapat juga disebut
implant adalah kontrasepsi yang disusupkan di bawah kulit, contoh : norplant.
d. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), adalah kontrasepsi
yang dimasukkan dalam rahim dan bentuknya bermacam-macam, jenis-jenis AKDR :
- IUD generasi I : bentuk spiral atau huruf s ganda.
- IUD generasi II : Cu T200B, Cu 7, MiCu 250.
- IUD generasi III : Cu T380A, Nova T, Medussa Passar.
3.4.7
Pelayanan
Pengobatan Rawat Jalan
Tujuan dari kegiatan ini adalah :
1. Melaksanakan diagnosa sedini mungkin
melalui :
a. Mendapatkan
riwayat penyakit
b. Mengadakan
pemeriksaan fisik
c. Mengadakan
pemeriksaan laboratorium
d. Membuat
diagnosa
2. Melaksanakan
tindakan
3. Melakukan upaya rujukan bila
dipandang perlu, berupa :
a. Rujukan
diagnostik
b. Rujukan
pengobatan
c. Rujukan lain
3.4.8
UKS
Program UKS meliputi
pemeriksaan kesehatan murid SD kelas 1 yang telah bekerjasama dengan Diknas
beserta 10 SD yang ada di wilayah kerja Puskesmas Manahan. Sedangkan program yang lain adalah
penataran dokter kecil secara rutin dilakukan setiap tahun dengan melibatkan SD
di wilayah kerja Puskesmas Manahan, serta pertemuan dengan guru UKS di sekolah.
3.4.9
Kesehatan
Gigi dan Mulut
Upaya kesehatan gigi esensial yang
terbanyak dibutuhkan oleh masyarakat meliputi upaya peningkatan, pencegahan
yang ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat di wilayah kerja
puskesmas dengan prioritas masyarakat berpenghasilan rendah, khususnya yang
rawan terhadap penyakit gigi dan mulut dengan tujuan tercapainya derajat gigi
masyarakat yang optimal. Kegiatan
meliputi :
a. Pembinaan
/ pengembangan
b. Pelayanan
asuhan pada kelompok rawan
c. Pelayanan
medic dasar gigi.
3.4.10
Kesehatan
Jiwa
Kesehatan jiwa yang dilaksanakan di tingkat puskesmas secara
khusus atau terintegrasi dengan kegiatan pokok Puskesmas lainnya, yang
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan puskesmas dengan dukungan peran serta
masyarakat baik di dalam maupun di luar gedung puskesmas, yang ditujukan pada
individu, keluarga dan diutamakan pada masyarakat yang berpenghasilan rendah,
khususnya kelompok yang rawan tanpa mengabaikan kelompok lainnya dengan
menggunakan teknologi tepat guna yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
masyarakat. Kegiatan ini dilaksanakan melalui :
1. Pengenalan dari gangguan jiwa (carly detection).
2. Memberikan upaya pertolongan pada pasien – pasien yang
gangguan jiwa (primary tresment).
3. Kegiatan rujukan yang memadai (adeguarte referral).
Kegiatan
antara lain :
1. Pelayanan kesehatan jiwa
a. Kegiatan terintegrasi
b. Kegiatan khusus :
- Pengambilan kisa : autonamness, alloanamnessis.
- Pemeriksaan fisik secara umum,
pemeriksaan neurologis
- Pemeriksaan laboratorium
- Pengobatan
2. Peran serta masyarakat
3. Pengembangan
4.
Sistem pencatatan dan pelaporan.
3.4.11
Laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium meliputi pemeriksaan specimen darah, urine, sekret vagina, secret
urethra, HIV/AIDS
3.4.12
Puskesmas
Keliling
Puskesmas
Keliling merupakan unit pelayanan keliling yang dilengkapi dengan kendaraan roda empat maupun roda dua, peralatan komunikasi, juga tenaga yang berasal dari Puskesmas. Puskesmas Keliling berfungsi sebagai penunjang dan membantu melaksanakan
kegiatan-kegiatan Puskesmas dalam wilayah kerjanya yang belum terjangkau
oleh pelayanan kesehatan. Kegiatan Puskesmas Keliling adalah :
- Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di daerah yang tidak terjangkau oleh pelayanan Puskesmas atau Puskesmas Pembantu dengan waktu pelayana setiap hari sama dengan puskesmas induk.
- Dapat dipergunakan sebagai alat transport penderita dalam rangka rujukan bagi kasus darurat gawat.
- Melakukan penyelidikan tentang kejadian luar biasa.
- Melakukan penyuluhan kesehatan dengan menggunakan alat audio visual.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 1998, Manajemen Farmasi, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Anonim, 1989, Keputusan Menteri
Kesehatan No. 085 tahun 1989 tentang kewajiban menuliskan resep dan atau
menggunakan obat generik di Pelayanan kesehatan milik pemerintah, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 1992, UU No.23 tahun 1992
Tentang Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 1997a, Undang-Undang Republik
Indonesia No. 5 tahun 1997
tentang Psikotropika, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 1997b, Undang-Undang
Republik Indonesia No.22 tahun 1997 tentang Narkotika, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 1999, Peraturan Pemerintah
No.72 tahun 1999 tentang Pengamanan sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 2003, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 679/MENKES/SK/V/2003. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 2004a, Keputusan
Menteri Kesehatan RI No.128/Menkes/SK/II/2004 TENTANG KEBIJAKAN DASAR PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT, Deapertemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 2004b, Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.1027/Men.Kes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim,
2005, Modul TOT Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di
Puskesmas, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim. 2009a,
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009
Tentang Pekerjaan Kefarmasian, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Anonim,2009b, Undang-Undang Republik
Indonesia No 35 tahun 2009 tentang Narkotika, Lembaga Negara Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2011, Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia
Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta
Anonim,
2013, Pedoman Terpadu Tingkat Puskesmas
Manahan Surakarta, Dinas Kesehatan Kota Surakarta, Surakarta.
Hartini, Yustina Sri dan
Sulasmono, 2006, Peraturan
Perundang-undangan terkait Industri Farmasi dan Registrasi Obat, Peraturan
Menteri Kesehatan No.
917/MenKes/Per/X/1993 tentang Wajib Daftar Obat Jadi, Penerbit USD,
Yogyakarta.