11. Radikal
bebas
a.
Pengertian
radikal bebas
Radikal
bebas adalah atom atau gugus atom apa saja yang memiliki satu atau lebih
elektron tak berpasangan (Fessenden dan Fessenden, 1986). Radikal bebas
merupakan molekul yang sangat reaktif karena memiliki elektron yang tidak
berpasangan dalam orbital luarnya sehingga dapat bereaksi dengan molekul sel
tubuh dengan cara mengikat elektron molekul sel tersebut (Wijaya, 1996)
b. Efek radikal bebas
Radikal bebas
bersifat destruktif, sangat reaktif dan mampu bereaksi dengan makromolekul sel,
seperti: protein, lipid, karbohidrat, atau DNA (Langseth, 1995). Reaksi antara
radikal bebas dan molekul itu berujung pada timbulnya suatu penyakit, yaitu
antara lain:
1)
Kerusakan
DNA pada inti sel
Senyawa radikal bebas merupakan salah satu
faktor penyebab kerusakan DNA dengan mengoksidasi DNA (Reynertson, 2007). Sel
yang mengandung DNA rusak (damaged DNA) tersebut bila membelah sebelum DNA
tersebut diperbaiki, akan mengakibatkan perubahan genetik secara permanen, hal
tersebut merupakan langkah pertama dalam karsinogenesis (Langseth, 1995).
Oksidasi DNA oleh senyawa radikal bebas dapat menginisiasi terjadinya kanker
(Reynertson, 2007).
2)
Kerusakan
protein
Perubahan
LDL (low density lipoprotein) menjadi bentuk LDL teroksidasi yang diperantarai
oleh radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan dinding arteri dan kerusakan
bagian arteri lainnya (Langseth, 1995).
3)
Kerusakan
lipid peroksida
Radikal
bebas dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada ikatan lemak tak jenuh dalam
fosfolipid membran biologi (lipid peroksidasi) (Josephy, 1997). Peroksidasi
lipid pada membran merusak struktur membran dan menyebabkan hilangnya fungsi
dari organel sel (Kappus, 1985 cit Madhavi et al., 1995).
c. Sumber radikal bebas
Sumber radikal bebas bisa berasal dari dalam
tubuh kita sendiri (endogen), bisa pula berasal dari luar tubuh (eksogen).
Radikal endogen terbentuk sebagai sisa proses metabolisme (proses pembakaran)
protein, karbohidrat, dan lemak pada mitokondria, proses inflamasi atau
peradangan, reaksi antara besi logam transisi dalam tubuh, fagosit, xantin
oksidase, peroksisom, maupun pada kondisi iskemia. Sumber dari luar tubuh
terbentuk dari asap rokok, polusi lingkungan, radiasi, obat-obatan, pestisida,
anestetik, limbah industi, ozon, serta sinar ultraviolet. (Langseth, 1995).
Mekanisme reaksi
radikal bebas terjadi dalam beberapa tahap, yaitu permulaan (inisiasi),
perambatan (propagasi) dan pengakhiran (terminasi) radikal bebas (Fessenden dan
Fessenden, 1986).
22. Antioksidan
Antioksidan merupakan penetralisir dari terbentuknya radikal
bebas dalam tubuh. Antioksidan dapat menghambat oksidasi walaupun dalam
konsentrasi rendah. Zat ini dibutuhkan oleh tubuh untuk memerangi pemicu
penyakit kronis yaitu radikal bebas. Antioksidan
didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah
proses oksidasi lipid (Kochhar dan Rossell, 1990). Sumber-sumber
antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu antioksidan
sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan
antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan penggunaanya untuk
makanan dan penggunaannya telah sering digunakan, yaitu butil hidroksi anisol
(BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat, tert-butil hidoksi quinon
(TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan-antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang telah
diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial. Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa
antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa
antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke
makanan sebagai bahan tambahan pangan (Pratt, 1992). Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah yang berasal
dari tumbuhan. Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari tumbuhan yang
dapat dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang dapat dimakan. Antioksidan
alami tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti pada kayu, kulit kayu, akar,
daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari (Pratt,1992). Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau
polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat,
kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid
yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon,
kateksin, flavonol dan kalkon. Sementara turunan asam sinamat meliputi asam
kafeat, asam ferulat, asam klorogenat, dan lain-lain.
Mekanisme kerja antioksidan
Mekanisme kerja antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi
pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom
hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut
sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara
cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil,
sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih
stabil dibanding radikal lipida.
Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu
memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme
pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih
stabil (Gordon,1990).
Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah
pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan
minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap
inisiasi maupun propagasi (Gambar 1). Radikal-radikal antioksidan (A*)
yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi
untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru
(Gordon, 1990).
Inisiasi :
R* + AH ———-> RH
+ A*
Radikal lipida
Propagasi : ROO* + AH ——-> ROOH + A*
Radikal lipida
Propagasi : ROO* + AH ——-> ROOH + A*
Gambar 1.
Reaksi Penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida (Gordon 1990)
Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat
berpengaruh pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan
grup fenolik sering lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan
(Gambar 2). Pengaruh jumlah konsentrasi pada laju oksidasi tergantung
pada struktur antioksidan, kondisi dan sampel yang akan diuji.
AH + O2
———–> A* + HOO*
AH + ROOH ———> RO* + H2O + A*
AH + ROOH ———> RO* + H2O + A*
Gambar 2.
Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi (Gordon 1990)
Daftar Pustaka
Gordon
M.H., 1990, The mechanism of antioxidant action in vitro in: Hudson B.J.F.,
Editor: Food Antioxida, London:
Elsevier. 1-18
Langseth.,
Lilian., 1995, Oxidant, Antioxidant, and Disease Prevention, Belgium, International Life Science Institute press.
No comments:
Post a Comment